You are here

Kraton Kasunanan

Kraton Kasunanan adalah kraton Mataram Islam pertama di pulau Jawa. Penembahan Senopati mempunyai nama asli Sutowijoyo, memerintah kerajaan Mataram Islam tahun 1585 - 1601 di Kraton Kasunanan Solo. Kemudian digantikan oleh Raden Mas Jolang yang bergelar Susuhunan Hadi Prabu Hanyakrawati hingga tahun 1613. Setelah Susuhunan Hadi Prabu Hanyakrawati meninggal, kemudian digantikan oleh Sultan Agung Prabu Hanyakrakusuma, yang memerintah mulai tahun 1613 hingga 1645. Pada saat pemerintahan Sultan Agung, kerajaan Mataram berada dalam puncak kejayaan. Banyak kerajaan yang ditaklukkan olehnya, yaitu raja-raja kerajaan wilayah pesisir Utara Jawa Tengah dan Jawa Timur, Kalimantan Barat, Surabaya, Madura dan Cirebon.

Sultan Agung merupakan figur seorang raja yang taat beragama dan benci terhadap Kolonial Belanda. Mempunyai cita-cita ingin menguasai seluruh pulau Jawa, namun gagal. Karena pada waktu itu terdapat 3 kekuatan politik yaitu: Mataram, Banten dan VOC di Batavia. Rasa tidak senang terhadap Kolonial Belanda dapat dilihat ketika Sultan Agung menyerang VOC di Batavia selama 2 kali. Batavia pernah menjadi pusat pemerintahan Belanda di pulau Jawa. Tetapi usaha tersebut gagal karena terjangkitnya wabah penyakit dan kekurangan bahan pangan lumbung padi dibakar oleh Belanda. Sebagai rasa hormat dari pihak pemerintah Indonesia, maka Sultan Agung mendapatkan penghargaan sebagai salah satu Pahlawan Nasional yang berusaha mengusir penjajah dari bumi pertiwi Indonesia.

Pemerintahan Sultan Agung Hanyakrakusuma menjalin hubungan ekonomi dan politik dengan daerah lainnya. Bukti kerjasama dalam bidang ekonomi adalah dengan adanya Palembang dan Jambi menggantungkan kebutuhan beras dari Mataram. Rakyat di Palembang dan Jambi lebih suka menanam lada dari pada padi. Pada tahun 1641, kerajaan Mataram menjalin hubungan dengan Portugis di Malaka dan mensuplay beras. Sedangkan Portugis menyediakan keperluan sandang dan peralatan perang. Bukti kerjasama dalam bidang politik yaitu memberikan perlindungan kepada Palembang dan Jambi agar terhindar dari ekspansi Banten dan Aceh. Perlindungan itu berakhir tahun 1642 saat armada Mataram dihancurkan oleh armada VOC di Palembang. Bahkan, Sultan Agung Hanyakrakususma juga menjalin hubungan dengan pemerintah Mekkah. Berkat hubungan itulah beliau memperoleh gelar Sultan.